Selasa, 18 April 2017

Arthur Schopenhauer

Tentang Arthur Schopenhauer

Arthur Schopenhauer lahir di Danzig (sekarang Gdansk), orangtuanya bernama Heinrich Floris dan Johanna Schopenhauer. Kedua orangtuanya adalah keturunan orang kaya Jerman dan keluarga bangsawan. Walaupun kedua orangtuanya kaya raya tetapi keluarganya sangat tidak harmonis. Schopenhauer jarang diperhatikan oleh ayahnya karena ayahnya sibuk dengan bisnisnya. Ayahnya meninggal karena bunuh diri dan meninggalkan bisnis keluarga yang harus diteruskan oleh Schopenhauer. Tetapi hal itu hanya bertahan dua tahun, Schopenhauer meninggalkan bisnis keluarga dan tinggal bersama ibunya. Sepanjang hidupnya Schopenhauer selalu hidup dalam penderitaan dan ketakutan. Saat semua warisan dari orangtuanya diberikan kepadanya dan menjadi bujang kaya, dia hidup dalam ketakutan dan terancam sehingga dia selalu membawa pistol di sampingnya ketika dia tidur. Hingga akhir hidupnya pun dia tidak menikah, setiap akan menikah pasangan perempuan selalu membatalkan acara pernikahannya. Kebenciannya terhadap perempuan semakin terlihat ketika pengadilan menuntut Schopenhauer untuk menafkahi selama 20 tahun perempuan yang menuduh dirinya telah melakukan hal yang kejam kepada perempuan tersebut. Arthur Schopenhauer juga menerbitkan banyak buku dalam hidupnya, tetapi buku tersebut tidak laku dan hanya dibeli oleh dirinya sendiri untuk disimpannya. 

Pada akhirnya penderitaan yang dialami Schopenhauer itulah yang membuatnya menggali lebih dalam mengenai filsafat kehidupan manusia. Dipengaruhi oleh ajaran Buddha dan Kant, Schopenhauer mulai mempertanyakan dan menentang filsafat yang ada saat itu. Pesimisme Schopenhauer menghasilkan pikiran-pikiran yang jelas dan konkret. Dia merasa kehidupan adalah sia-sia dan dunia adalah representasi idea tau pemikiran manusia. Realitas adalah kehendak itu sendiri, dan keinginan manusia adalah kehendak buta (blind will) yang menjadi sumber penderitaan manusia. Supaya tidak menderita, manusia harus menghilangkan egoism dan menolong orang lain.

Pemikiran Filosofis Arthur Schopenhauer

Filsafat Keinginan


Schopenhauer memberikan fokus kepada investigasinya terhadap motivasi seseorang. Sebelumnya, filsuf terkemuka Hegel telah mempopulerkan konsep Zeitgeist, ide bahwa masyarakat terdiri atas kesadaran akan kolektifitas yang digerakkan di dalam sebuah arah yang jelas. Schopenhauer memfokuskan diri untuk membaca tulisan-tulisan dua filsuf terkemuka pada masa kuliahnya, yaitu Hegel dan Kant. Schopenhauer sendiri mengkritik optimism logika yang dijelaskan oleh kedua filsuf terkemuka tersebut dan kepercayaan mereka bahwa manusia hanya didorong oleh keinginan dasar sendiri, atau Wille Zum Leben (keinginan untuk hidup) yang diarahkan kepada seluruh manusia.

Schopenhauer sendiri berpendapat bahwa keinginan manusia adalah sia-sia, tidak logika, tanpa pengarahan dan dengan keberadaan, juga dengan seluruh tindakan manusia di dunia. Schopenhauer berpendapat bahwa keinginan adalah sebuah keberadaan metafisika yang mengontrol tindak hanya tindakan-tindakan individual, agent, tetapi khususnya seluruh fenomena yang bisa diamati. Keinginan yang dimaksud oleh Schopenhauer ini sama dengan yang disebut dengan Kant dengan istilah sesuatu yang ada di dalamnya sendiri.

Pandangan filosofis Schopenhauer melihat bahwa hidup adalah penderitaan. Schopenhauer menolak kehendak. Apalagi dengan kehendak untuk membantu orang menderita. Ajaran Schopenhauer menolak kehendak untuk hidup dan segala manifestasinya, namun dia sendiri takut dengan kematian. I’am Staying Here.

Keputusan dan Hukuman

Schopenhauer menjelaskan seseorang yang hendak mengambil keputusan. Menurut dia, ketika kita mengambil keputusan, kita akan diperhadapkan dengan berbagai macam akibat. Oleh sebab itu, keputusan yang diambil memiliki alasan atau dasar. Keputusan-keputusan ini menjadi tidak bebas lagi bagi si pemilihnya. Pemilih itu harus diperhadapkan kepada beberapa akibat dalam sebuah keputusan. Segala tindakan yang dilakukan seseorang merupakan kebutuhan dan tanggung jawabnya. Segala kebutuhan dan tanggung jawab itu pun sudah dibawa sejak lahir dan bersifat kekal. Schopenhauer juga menegaskan jika tidak ada keinginan bebas, haruskah kejahatan dihukum?

Catatan

Filsafat Schopenhauer ini termasuk ke dalam Idealisme Jerman. Pendapat ini dibuktikan melalui perbadingan antara filosofis Schopenhauer dengan pandangan Idealisme Jerman. Keduanya mengajarkan bahwa realitas bersifat subjektif, artinya keseluruhan kenyataan merupakan konstruksi kesadaran subjek. Dunia ini juga dipandang sebagai ide. Pandangan Schopenhauer dengan Idealisme Jerman. Bagi Schopenhauer, dasar dunia ini transcendental dan bersifat irasional, yaitu kehendak yang buta. Kehendak ini buta, sebab desakannya untuk terus-menerus dipuaskan tidak bisa dikendalikan dan tidak akan pernah terpenuhi. Namun, justru keinginan yang tak sampai berarti penderitaan. Selanjutnya, menurut dia bahwa kehendak transcendental itu mewujudkan diri dalam miliaran eksistensi kehidupan, maka hidup itu sendiri merupakan penderitaan. Jalan keluar yang diusulkan Schopenhauer ini pun cukup logis. Kalau hidup ini adalah penderitaan, maka pembebasan dari penderitaan tersebut tentunya akan tercapai melalui penolakan kehendak untuk hidup. Konkretnya adalah lewat kematian raga dan bela rasa.

Cara pemikiran Schopenhauer ini menarik. Namun, tetap saja memiliki kesalahan.. Masalah dalam filsafatnya berkaitan dengan pandangannya atas pengetahuan tentang prinsip individuasi. Menurut Schopenhauer, berkat pengetahuan inilah manusia sadar bahwa dirinya adalah sama dengan semua makhluk hidup lain (dasar dari sikap bela rasa) sehingga dia tidak perlu memutlakkan diri dan keinginannya (dasar sikap mati raga atau penyangkalan diri). Tanpa pengetahuan ini, manusia tidak akan mengalami pencerahan dan tetap berada dalam kegelapan.

Anggapan Schopenhauer ini menekankan dua hal, yaitu bahwa kesadaran manusia terbukti lebih kuat dibandingkan nafsu dan keinginannya, dan bahwa karena itu dia juga mampu memperhatikan keadaan kepentingan orang lain, di dalam hal ini berarti bahwa manusia buanlah makhluk egois sebagai mana yang dipikirkan oleh Schopenhauer. Namun, jika kesadaran bisa menguatkan manusia menyangkal diri dan berbela rasa, bukankah demikian kehendak untuk hidup itu sendiri bukan merupakan dasar dari segalanya?





Tidak ada komentar:

Posting Komentar