Berbicara mengenai tahap pemikiran manusia maka tak akan
lepas dari teori hukum tiga tahap yang dicetuskan oleh Auguste Comte. Menurut
Comte, bukan hanya dunia yang mengalami proses ini, namun kelompok manusia,
masyarakat, ilmu pengetahuan, individu dan bahkan pikiran pun melalui ketiga
tahap tersebut. Comte percaya bahwa pendekatan ilmiah untuk memahami masyarakat
akan membawa kemajuan kehidupan sosial yang lebih baik.
1.
Tahap Teologis
Tahap ini menjadi ciri dunia sebelum tahun 1300. Pada tahap teologis ini,
manusia memandang bahwa segala sesuatu didasarkan atas adanya dewa, roh, atau
Tuhan. Tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda didunia ini mempunyai jiwa
dan itu disebabkan oleh sesuatu kekuatan yang berada di atas manusia. Cara
pemikiran tersebut tidak dapat dipakai dalam ilmu pengetahuan, karena ilmu
pengetahuan bertujuan untuk mencari sebab serta akibat dari gejala-gejala.
Manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa
adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kuasa-kuasa
ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti manusia.
Tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada tingkatan lebih tinggi daripada
makhluk-makhluk selain insani. Menurut Comte, pada tahap ini manusia
berkeyakinan bahwa setiap benda-benda merupakan ungkapan dari supernaturalisme.
Tahap ini bisa disebut sebagai tahap kekanak-kanakan dimana manusia tidak
mempunya daya kritis sama sekali.
Pada taraf pemikiran ini terdapat lagi tiga tahap.
·
Animisme
Tahap yang paling bersahaja atau primitif, dimana orang menganggap bahwa
segala benda berjiwa.
·
Polytheisme
Tahap ketika orang menurunkan kelompok hal-hal tertentu, dimana
seluruhnya diturunkan dari suatu kekuatan adikodrati yang melatarbelakanginya
sedemikian rupa hingga tiap tahapan gejala-gejala memiliki dewa
sendiri-sendiri.
·
Monotheisme
Tahapan tertinggi, dimana pada tahap ini orang mengganti dewa yang
bermacam-macam itu dengan satu tokoh tertinggi (esa)
2.
Tahap Metafisik
Tahap ini menurut Comte berlangsung antara tahun 1300 sampai dengan 1800.
Era ini dicirikan oleh kepercayaan bahwa kekuatan abstrak seperti “alam”, dapat
menjelaskan segalanya. Tahap metafisik sebenarnya hanya mewujudkan suatu
perubahan saja dari tahap teologi, karena ketika tahap teologi manusia hanya
mempercayai suatu doktrin tanpa mempertanyakannya, hanya doktrin yang
dipercayai. Ketika manusia mencapai tahap metafisika, manusia mulai
mempertanyakan dan mencoba mencari bukti-bukti yang meyakinkannya tentang
sesuatu dibalik fisik. Tahap metafisik mengganti kekuatan-kekuatan abstrak atau
entitas-entitas dengan manusia. Dalam mencoba menjelaskan berbagai peristiwa
dan fenomea alam, manusia mencoba melakukan abstraksi dengan kekuatan akal
budinya, sehingga diperoleh pengertian-pengertian metafisis. Prinsip-prinsip
penjelasan tentang realitas, fenomena dan berbagai peristiwa dicari dari alam itu
sendiri. Namun, oleh karena penjelasan yang dilakukan belum bersifat empiric,
maka cara menjelaskan berbagai realita, kemudia itu tidak berhasil membuahkan
ilmu pengetahuan baru, dan belum dapat menjelaskan hukum alam, kodrat manusia,
keharusan mutlak dan berbagai pengertian lainnya. Ini adalah tahap peralihan
dimana alam berpikir manusia sudah menanyakan tentang fenomena-fenomena yang
ada di sekitar dirinya.
3.
Tahap Positif
Tahap
ini yang diperkirakan terjadi pada tahun 1800 dan seterusnya, merupakan tahap
pamungkas dari hukum tiga tahap, atau bisa disebut tahap final. Pada tahap ini
orang berusaha untuk menemukan hukum segala sesuatu dengan berbagai eksperimen yang akhirnya menghasilkan
fakta-fakta ilmiah, terbukti dan dapat dipertanggung jawabkan (secara empiris).
Pada tahap ini berkembanglah ilmu pengetahuan. Tujuan tertinggi dari tahap
positif adalah menyusun dan mengatur segala gejala di bawah satu fakta yang
umum.
Bagi Comte, ketiga tahapan tersebut tidak hanya berlaku bagi
perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi di bidang
ilmu pengetahuan. Dia memang menegaskan bahwa kekacauan intelektual adalah
sebab dari kekacauan sosial. Kekacauan yang tumbuh dari sistem ide sebelumnya
(teologis dan metafisika) yang terus ada pada tahap positif (ilmiah). Baru
ketika positivis mengambil kendali sepenuhnya, keresahan sosial berhenti. Perlu
dicatat bahwa proses ini adalah proses yang berjalan secara evolusioner, tidak
perlu mendorong terjadinya gangguan sosial dan revolusi. Positivisme, meskipun
mungkin tidak secepat yang dikehendaki sementara orang, pasti akan segera
datang.
SUMBER :